
Teknogav.com - Pemata Bank resmi meluncurkan Film Dokumenter “Berbogi Ruang untuk Bukit Tigapuluh” yang dilangsungkan di Epicentrum XXI, Jakarta Selatan. Peluncuran film dokumenter ini digelar bertepatan dengan Hari Gajah Sedunia (World Elephant Day) yang diperingati setiap tanggal 12 Agustus. Film ini merupakan hasil kolaborasi Permata Bank dengan World Wild Fund for Nature (WWF) Indonesia dan KITE Entertainment. Kehadiran film ini menegaskan komitmen Permata Bank dalam mengembangkan komunitas untuk menjalankan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) secara berkelanjutan.
Penggarapan film ini merupakan upaya membangun kesadaran publik mengenai pentingnya peran masyarakat dalam menjaga jalur pergerakan alami gajah di hutan. Film ini memperlihatkan masyarakat yang hidup berdampingan secara harmonis dengan Gajah Sumatra dan koridor kehidupan liar Gajah Sumatra di hutan. Permata Bank berusaha mengajak masyarakat menjaga kelestarian alam, dalam hal ini khususnya menjaga populasi Gajah Sumatra di Bukit Tigapuluh, Jambi. Ini karena gajah merupakan satwa yang dapat menjaga ekosistem, sehingga dapat menjaga kelestarian hutan di Bukit Tigapuluh.
“Hari gajah sedunia merupakan suatu momentum unik untuk menjaga kelestarian Gajah Sumatra yang merupakan tanggung jawab kita semua untuk melindungi. Gajah merupakan simbol kekayaan alam hayati nasonal. Tepat setahun lalu Permata Bank bersama WWF-Indonesia melakukan konservasi di Bukit Tigapuluh, Jambi. Tujuan kolaborasi ini adalah untuk melindungi hutan dan meningkatkan kualitas hidup masyarkat sekitarnya. Kepedulian tidak harus dimulai dari langkah besar, tatapi bisa dari langkah kecil yang konsisten. Semoga film dokumenter ‘Berbagi Ruang untuk Bukit Tigapuluh’ dapat menjadi penggerak pelestarian gajah. Sayangi bumi dengan hati,” ucap Meliza M. Rusli, Direktur Utama Permata Bank.
![]() |
| Meliza M. Rusli, Direktur Utama Permata Bank |
Baca juga: Epson Indonesia dan Yayasan WWF Indonesia Berkolaborasi Tingkatkan Konservasi Laut
Permata Bank memulali inisiatif #DenganHati untuk Bukit Tigapuluh bersama dengan WWF-Indonesia sejak Agustus 2024. Inisiatif tersebut berpedoman pada tiga pilar Permata Hati, yaitu Education, Empowerment dan Enhancement. Pembuatan film dokumenter “Berbagi Ruang untuk Bukit Tigapuluh” merupakan kelanjutan dari inisiatif tersebut. Pemutaran film dokumenter tersebut dihadiri juga oleh Raja Juli Antoni, Menteri Kehutanan Republik Indonesia. Beliau medukung upaya edukasi dan konservasi gajah di berbagai pelosok Indonesia, termasuk Bukit Tigapuluh.
“Saat ini pemerintah telah berkoordinasi dengan berbagai pihak, terutama WWF-Indonesia. Upaya ini dilakukuaun untuk mengintensifkan konservasi gajah di Indonesia. Kami menyadari bahwa edukasi merupakan bagian penting dari pelestarian satwa liar, sehingga sangat mengapresiasi apa yang telah Permata Bank dalam bentuk film ‘Berbagi Ruang untuk Bukit Tigapuluh. Tujuan film ini adalah meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya menjaga habitat gajah. Khususnya pelestarian koridor kehidupan liar gajah secara berekelanjutan agar populasi gajah bisa dijaga dan interaksi negatif dengan masyarakat juga bisa dihindari,” ucap Raja Juli Antoni, Menteri Kehutanan Republik Indonesia.
![]() |
| Raja Juli Antoni, Menteri Kehutanan Republik Indonesia |
Raja Juli Antoni menyampaikan terima kasih atas bantuan sektor pulik, Non Government Organization (NGO) dan public figure. Menurutnya, Indonesia menghadapi masalah besar, terutama dalam hal populasi gajah. Tahun 2024 masih ada 44 kantong Gajah Sumatra, sekarang hanya tersisa 22 kantong Gajah Sumatra. Jumlah tersebut pun sudah tercabik-cabik, tidak ada koridor yang bisa membuat mereka saling terhubung dan hanya tersisa 1.100 ekor gajah. Menurutnya, kondisi tersebut merupakan tantangan bersama untuk menyelamatkan gajah. Harapannya nasib gajah tidak seperti hewan-hewan lain yang sudah punah.
Baca juga: Teknologi Cloud Computing AWS Dukung WWF-Indonesia Percepat Pelestarian Orangutan
Berdasarkan daftar merah Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN), Gajah Sumatra merupakan salah satu spesies yang memiliki status kritis. Gajah Sumatra ini memiliki wilayah penyebaran di berbagai kantong hutan Sumatra, termasuk Aceh, Riau, Jambi, sampai lampung. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2020 menunjukkan bahwa populasi gajah antara 924 sampai 1.359 yang tersebar di 22 lokasi jelajah gajah. Habitat gajah banyak yang mengalami alih fungsi, sehingga populasi gajah terpaksa bersinggungan dengan warga.
Konsep berkelanjutan harus diusung dalam setiap pembangunan wilayah, termasuk dengan membagi ruang antara gajah dan warga setempat. Hal ini memungkinkan setiap penghuni ruang alam dapat menjaga keberlangsungan rantai kehidupan secara harmonis. Pola percontohan ini sudah diterapkan dalam lanskap Bukit Tigapuluh, Jambi.
“Permata Bank merupakan institusi keuangan yang berkomitmen terhadap keberlanjutan. Kami meyakini bahwa pelestarian lingkungan hanya dapat diwujudkan dengan peran aktif seluruh pemangku kepentingan, termasuk korporasi dan masyarakat. Melalui film dokumenter ‘Berbagi Ruang untuk Bukit Tigapuluh’, kami mengajak berbagai pihak dan lapisan masyarakat untuk turut berperan aktif menjaga kelestarian habitat Gajak Sumatra dan mencegah populasinya kritis. Kolaborasi bersama memungkinkan kita untuk mendukung upaya hidup yang harmonis dan sejahtera antara manusia dan satwa liar,” ucap Katharine Grace, Chief of Corporate Affairs & Sustainability, Permata Bank.
![]() |
| Katharine Grace, Chief of Corporate Affairs & Sustainability, Permata Bank |
Katherine Grace juga mengungkapkan bahwa sudah bolak balik ke Bukit Tigapuluh untuk melakukan studi agar bisa membantu gajah liar hidup. Jumlah gajah yang tinggal di Taman Nasional Bukit Tigapuluh tinggal sedikit. Selama beberapa ratus tahun, perjalanan gajah dari ujung ke ujung tidak keluar dari perjalanan alami gajah. Sayangnya, jalur perjalanan gajah tersebut justru banyak dibuka manusia untuk menanam pohon sawit dan lain-lain, sehingga gajah kehilangan jalurnya. Jika tidak ada makanan di sepanjang jalurnya, maka gajah juga akan keluar jalur dan masuk ke pemukiman masyarakat.
Menurutnya, Taman Nasional seharusnya merupakan hutan lindung, karena tidak hanya gajah yang populasinya kritis, ada harimau juga. Seharusnya ada kolaborasi untuk mempertahankan jalur koridor gajah, termasuk keterlibatan pemerintah. Media film dianggap bisa lebih menggugah, harapannya bentuk video dapat membangkitkan kepedulian. Film ini diharapkan dapat membangkitkan kesadaran bahwa manusia tidak hidup sendiri di bumi, tetapi ada makhluk-makhluk lain, termasuk satwa.
Komitmen Permata Bank yang aktif melestarikan lanskap Bukit Tigapuluh mendapat apresiasi dari WWF-Indonesia. Kolaborasi tersebut memperkuat lanskap yang aman bagi Gajah Sumatra (Elephas Maximus Sumatranus) sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
“Gajah tidak mengetahui jalur yang dilewati itu Taman Nasional atau kebun, atau pemukiman warga. Pendekatan untuk konservasi gajah di Bukit Tigapuluh harus melibatkan semua pihak. Peran swasta sangat penting, termasuk manajemen wilayah. Upaya yang dilakukan Permata Bank sangat positif dan akan membantu upaya-upaya penyelamatan gajah dan masyarakat. Film dokumenter ini juga banyak menyelipkan pesan-pesan mengenai alasan untuk berbagi ruang. Ketika program ini diluncurkan, WWF-Indonesia banyak berkomunikasi dengan Permata Bank. Teruma kasih karena permata Bank memiilki kepedulian. Harapannya, film ini dapat menjadi sumber inspirasi dan sumber informasi, serta akan banyak yang jadi pecinta gajah. Semoga semua yang menonton film ini bisa menjadi pecinta dan penyelamat gajah. Kami berharap inisiatif ini dapat menjadi inspirasi bagi berbagai pihak dan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam konservasi alam Indonesia,” ucap Aditya Bayunanda, Chief Executive Officer,WWF-Indonesia.
![]() |
| Aditya Bayunanda, Chief Executive Officer,WWF-Indonesia |
Film ‘Berbagi Ruang untuk Bukit Tigapuluh’ mengajak semua pihak untuk mempertahankan jalur gajah yang semestinya. PT Restorasi Ekosistem Indonesia, PT Alam Bukit Tigapuluh dan WWF turut terlibat dalam penggarapan film tersebut. Konsep berbagi ruang untuk membangun ketahanan masyarakat demi memperoleh sumber ekonomi lain seperti madu. WWF-Indonesia juga membangun ketahanan msyarakat untuk bisa mendapatkan sumber ekonomi lain seperti madu. Kedatangan gajah juga bisa dideteksi dengan membuat early warning system, yang memungkinkan untuk mendapat sumber ekonomi lain seperti madu.
Menurut Aditya, Indonesia beruntung menjadi salah satu negara yang memiliki endemik gajah yang merupakan nasional treasure dan kebaggaan nasioal. Haraannya, semua pihak dapat menyelamatka satwa ini sesuai kemampuan agar anak cucu bisa melihat gajah di alam.
Baca juga: Taman Nasional Bali Jajaki Penggunaan AI untuk Penjagaan Hutan
Film dokumenter “Berbagi Ruang untuk Bukit Tigapuluh” dapat diakses melalui kanal YouTube Permata Bank mulai 13 Agustus 2025. Penonton diajak mengeksplorasi fenomena alam dan interaksi manusia dengan gajah oleh film dokumenter ini.
“Pembuatan film dokumenter ‘Berbagi Ruang untuk Bukit Tigapuluh’ terinspirasi dari jumlah populasi gajah saat ini yang dalam keadaan kritis atau terancam punah. Ini sangat disayangkan karena Gajah Sumatra merupakan salah satu endemik yang menjadi ciri khas di Indonesia. Film ini ingin memberikan informasi terhadap masyarakat yang ada di mana pun. Selama ini mungkin kita melihat gajah hanya dari kebun binatang, maka film ini memberikan informasi tambahan. Jika kita mengetahui Gajah Sumatra secara langsung maka akan timbul kepedulian dari hati kita,” ucap Faisal Rachman, sutradara film ‘Berbagi Ruang untuk Bukit Tigapuluh’.
![]() |
| Faisal Rachman, sutradara film ‘Berbagi Ruang untuk Bukit Tigapuluh’ |
Chicco Jerikho, aktor yang peduli dengan isu gajah juga terlibat dalam film dokumenter ini dan menjadi narator. Film tersebut menunjukkan makin sempitnya ruang hidup satwa liar dan manusia akibat interaksi negatif antara manusia dan gajah. Film dokumenter ini memperlihatkan upaya konservasi untuk melindungi kelangsungan hidup Gajah Sumatra yang berstatus kritis. Warga setempat yang menghormati kehadiran gajah biasa menyebut gajah sebagai Datuk Gedang. Selain itu, film juga menyoroti upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar secara berkelanjutan.
“Saya merasa punya tanggung jawab moral untuk menyuarakan kondisi satwa liar di Indonesia, khususnya Gajah Sumatra yang populasinya kritis. Kehadiran cerita ini ke layar, harapannya lebih banyak masyarakat yang paham bahwa pelestarian alam merupakan tanggung jawab kita bersama. Rasanya bangga sekali bisa bekerja sama dengan Permata Bank dan WWF-Indonesia dalam menyuarakan pesan ini. Film ini juga mengajak masyarakat belajar berbagi ruang, karena hutan bukan hanya milik manusia, tetapi rumah bagi makhluk hidup lainnya,” ucap Chicco Jerikho.
![]() |
| Chicco Jerikho |
Menurut Chicco, program yang dilakukan Permata Bank merupakan aksi nyata untuk menjaga konservasi. Konservasi tersebut tidak hanya fokus pada satwa tetapi juga pada masyarakat yang hidup berdampingan dengan satwa. Chicco berharap masyarakat dapat menerapkan konsep berbagi ruang, karena ketika dilakukan bersama-sama maka dampaknya akan luar biasa.
“Upaya konservasi ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga swasta dan seluruh msyarakat. Dengan menjaga gajah, maka menjaga keseimbangan ekosistem. Harapannya, tidak ada perburuan liar lagi, dan gajah mendapatkan rumah, serta dilindungi. Sebagai pencita lingkungan, saya merasa ada kisah nyata lebih penting mengenai bagaimana satwa dan manusia bisa hidup berdampingan demi ekosistem. Saya mengajak untuk melihat lebih dekat. Semoga makin banyak yang tergerak hatinya, mari bersama berbagi ruang, tak hanya di hutan, tetapi juga di hati.Selamat hari gajah sedunia,” lanjut Chicco.
Harapannya film dokumenter tersebut dapat membangkitkan aksi nyata. Film dokumenter ini menjadi kacamata atau bahan refleksi bagi penontonnya. Sebelum menuangkan cerita dalam film, Chicco merasa harus merasakan apa yang terjadi lebih dahulu, termasuk apa yang dirasakan mereka. Obrolan dengan warga setempat tersebut dijalin dengan masyarakat mengenai apa yang dirasakan.
Apresiasi juga disampaikan Katherine Grace kepada WWF-Indonesia, Chicco Jerikho, KITE Entertainment, para narasumber, komunitas lokal, tim produksi dan Employee Volunteers (EVO) Permata Bank.
“Semoga film dokumenter ini menjadi kontribusi dalam meningkatkan kesadaran publik, serta mendorong sinergi berkelanjutan demi pelestarian alam dan ekosistem yang ingin kita jaga bersama,” pungkas Katherine Grace.

Pemata Bank fokus pada pelestarian habitat Gajah Sumatra melalui upaya reforestasi dengan penanaman 3.600 bibit pohon. Selain itu, Permata Bank juga meningkatkan kualitas perekonomian masyarakat melalui pembuatan 27 kotak sarang lebah untuk menghasilkan madu. Renovasi fasilitas pendidikan juga dilakukan Permata Bank untuk membangun lingkungan belajar yang lebih baik bagi anak-anak suku Talang Mamak. Pelaksanaan renovasi mencakup perbaikan ruang belajar, pembangunan perpustakaan, aula serbaguna dan fasilitas sanitasi di SDN 167-VIII Dusun Dimerantihan. Permata Bank juga meluncurkan program Adopt a Tree bersama WWF-Indonesia. Program ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menyumbang dalam rangka mengadopsi bibit pohon hanya dengan mendonasikan Rp125 ribu. Penanaman pohon tersebut merupakan bagian dari upaya reforestasi di Bukit Tigapuluh.












