Sebagian Besar Perusahaan Telah Berinvestasi pada Teknologi AI Generatif Sebagian Besar Perusahaan Telah Berinvestasi pada Teknologi AI Generatif ~ Teknogav.com

Sebagian Besar Perusahaan Telah Berinvestasi pada Teknologi AI Generatif


Teknogav.com - IDC telah merilis laporan terkini yang mengungkap sikap perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik terhadap adopsi dan penerapan AI generatif. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa dua dari tiga organisasi di Asia Pasifik sedang mengeksplorasi atau telah berinvestasi di teknologi AI generatif. Sekitar 32% organisasi di Asia Pasifik yang disurvei berkomitmen untuk berinvestasi pada teknologi AI generatif. Sejumlah 38% responden sedang mengeksplorasi use case untuk menerapkan teknologi AI Generatif.

Perusahaan-perusahaan yang menganut digital-first ini ingin menerapkan AI generatif sebagai kunci untuk meningkatkan kecerdasan perusahaan dan memicu efisiensi lintas fungsi. Semua bagian diharapkan dapat memanfaatkan teknologi ini, baik dari pemasaran, penjualan, layanan pelanggan, penelitian dan pengembangan, desain, pabrikasi, rantai pasok dan keuangan.

Baca juga: Pesatnya Adopsi AI di Indonesia Picu Peningkatan Ancaman Siber

Sumber: Laporan IDC

Pengelolaan pengetahuan adalah use case utama untuk AI generatif di Asia Pasifik. Akses dan pencarian di seluruh repositori besar informasi dapat dilakukan menggunakan pengelolaan pengetahuan ini. Informasi-informasi tersebut dapat berupa berbagai jenis gambar, dokumen, suara dan format-format lain. Use case kedua adalah pembuatan kode yang diadopsi pemrogram aplikasi untuk membuat, mengoptimalkan, menyelesaikan, serta menguji dan melakukan debugging kode. Penggunaan ini mengarah pada peningkatan produktivitas pemrogram dan kualitas kode yang dikembangkan.

Use case utama lainnya adalah penggunaan di seluruh automasi pemasaran dan peran  menghadapi pelanggan seperti penerapan percakapan. Contoh penggunaan ini dapat menghasilkan konten pemasaran yang sangat disesuaikan sekaligus menciptakan konten yang dioptimalkan mesin pencari.

Baca juga: Microsoft 365 Copilot Siap Berdayakan Bisnis dengan AI

“AI generatif berpotensi untuk menata kembali lanskap organisasi dengan cara yang benar-benar baru. Namun, kompleksitas dan risiko-risiko di seputar penerapan kebutuhan yang sama harus diperiksa. Sebagian besar teknologi AI generatif masih dalam tahap awal. Ini karena vendor tidak dapat sepenuhnya mengatasi masalah privasi, keamanan, akurasi, hak cipta, penyimpangan, dan penyalahgunaan seputar teknologi inovatif ini,” ucap Deepika Giri, Kepala Riset, Big Data & AI, Riset IDC Asia Pasifik dan Jepang (APJ). 

Ada berbagai vendor yang ingin memanfaatkan peluang untuk menjadi yang terdepan dalam gelombang teknologi ini. Beberapa vendor mencakup hyperscaler dan penyedia layanan cloud yang menawarkan penawaran Model As A Service (MaaS), dan perusahaan rekayasa AI. Selain itu, juga ada spesialis perusahaan penyimpanan yang ingin menjual infrastruktur yang dapat menampung solusi ini. Perusahaan investasi pun ingin mencari keuntungan besar untuk bertaruh pada teknologi. Data yang diperlukan untuk menguji model bahasa besar (large language models/LLM) ini sangat besar. Hal ini menyebabkan perusahaan yang menawarkan data pelatihan sintetik yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pelatihan meningkat. Pelatihan tersebut dibutuhkan untuk mengatasi masalah seperti penggunaan data sensitif, bias, dan lain-lain.

Penerapan AI Generatif yang praktis dapat sesederhana pengadaan solusi siap pakai untuk pemasaran, layanan pelanggan, dan pembuatan kode. Banyak vendor yang telah menawarkan solusi dengan kemampuan AI generatif di bidang-bidang tersebut. Sebenarnya, LLM dapat diadopsi dan dilatih atau disesuaikan untuk kasus penggunaan tertentu. Namun, hal ini dapat menjadi tugas berat karena membutuhkan biaya komputasi dan energi yang sangat besar. 

Rekayasa prompt menyediakan cara yang disederhanakan untuk melatih model dengan menulis kueri jenis "bahasa alami" untuk mendapatkan respons yang tepat. Teknik baru yang disebut penyetelan prompt telah berevolusi yang melibatkan cara lebih sederhana untuk melatih model. Cara ini dapat dilakukan tanpa melatih ulang model atau mengutak-atik parameter, sehingga menurunkan tuntutan komputasi. Ini adalah keseimbangan antara dua pendekatan ekstrem. Setiap pendekatan yang digunakan, terdapat biaya inheren yang berkaitan dengan infrastruktur yang melandasinya, seiring dengan beratnya komputasi pada model. Harga yang harus dibayarkan untuk komputasi bisa dalam bentuk investasi di awal untuk mempersiapkan data center atau berupa harga MaaS.

Baca juga: Indra Qadarsih Selaraskan AI, Seni dan Musik dalam Platform AIAIQ

Selain itu, juga ada kekhawatiran global yang berkembang pada penerapan AI generatifi. Badan regulasi berada di bawah tekanan untuk mengatasi masalah seputar privasi dan keamanan data, hak IP, dan potensi penyalahgunaan konten yang dihasilkan AI. Terlepas dari kekhawatiran tersebut, belum terlihat adanya bentuk undang-undang apa pun untuk AI generatif di Asia Pasifik. Kemungkinanan karena hal tersebut dianggap akan menghalangi semangat inovasi di ekonomi digital yang progresif.

Pemerintah India telah memutuskan untuk menentang peraturan AI karena menganggap AI sebagai pendukung ekonomi digital. Bagi mereka, hukum yang ketat akan menghambat inovasi dan penelitian. Sementara itu, pemerintah Jepang telah membentuk dewan yang bertujuan mempromosikan teknologi AI untuk memenuhi minat global terhadap subjek tersebut. Cyberspace Administration of China (CAC) telah meluncurkan penilaian keamanan dan dampak layanan AI generatif sebelum diluncurkan ke publik. Sebagian besar negara berada pada berbagai tahap dalam mengembangkan pandangan mereka terhadap regulasi AI.

Share:

Artikel Terkini