
Teknogav.com – Penyedia platform interaksi dengan pelanggan, Twilio telah merilis laporan tahunan State of Customer Engagement Report edisi ke-6 (SOCER 2025). Laporan tersebut disusun berdasarkan survei global di 18 negara, termasuk Indonesia. Survei tersebut melibatkan lebih dari 7.600 pelanggan dan lebih dari 600 pimpinan bisnis.
Twilio menyediakan platform untuk membantu perusahaan membangun hubungan langsung dan dipersonalisasi dengan pelanggannya. Laporan Twilio mengungkapkan bahwa adopsi Akal Imitasi (AI) meningkatkan kinerja bisnis. Namun, pelanggan merasa brand kurang memahami kebutuhan dan harapan pelanggan. Sebagian pelanggan di dunia, termasuk 87% pelanggan Indonesia akan mengurungkan niat belanja jika pengalaman dirasa tidak sesuai kebutuhan dan keinginan.
Baca juga: Salesforce Paparkan Lima Tren Agentic AI di Institusi Keuangan
Pelanggan Merasa Adopsi AI di Indonesia Kurang Personalisasi
Berdasarkan SOCER 2025, bisnis di Indonesia termasuk yang paling bersemangat mengadopsi AI untuk mengelola interaksi dengan pelanggan. Berikut ini beberapa kebutuhan yang menggunakan AIL
- Analisis data pelanggan untuk memahami kebutuhan dan hal-hal yang menjadi kendala (dilakukan 100% bisnis)
- Menanggapi pertanyaan atau keluhan pelanggan dengan menggunakan chatbot (94%),
- Mengelola risiko keamanan dan mencegah penipuan (100%)
- Mencatat riwayat interaksi dan perjalanan pelanggan untuk keperluan memberikan rekomendasi produk atau jasa sesuai kebutuhan pelanggan (94%).
Sejumlah 94% bisnis di Indonesia yang disurvei merasa sudah mempersonalisasi interaksi dengan baik, tetapi hanya 72% pelanggan yang berpendapat sama. Sebanyak 28% pelanggan merasa bisnis bisa lebih baik memahami kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan. Hanya 10% pelanggan yang sepakat bahwa semua atau hampir semua interaksi dengan bisnis melibatkan personalisasi. Sejumlah 39% pelanggan merasa hal tersebut hanya terjadi kadang-kadang saja.
Kesetiaan Pelanggan Bergantung pada Interaksi yang Transparan dan Tepat Waktu
Personalisasi menggunakan AI meningkatkan pendapatan, tetapi tidak lantas meningkatkan kepercayaan pelanggan. Sejumlah 90% bisnis di Indonesia saat ini menggunakan AI untuk menyajikan pengalaman pelanggan sesuai kebutuhan. AI digunakan untuk membuat konten dan rekomendasi yang dipersonalisasi, sampai dukungan real-time dan penawaran yang dinamis. Sebanyak 74% bisnis mengakui strategi ini berhasil menyesuaikan penawaran dengan kebutuhan atau preferensi konsumen. Penggunaan AI memicu peningkatan belanja pelanggan pada 90% bisnis. Namun, 55% pelanggan tidak yakin binis memanfaatkan data pelanggan untuk kepentingan pelanggan. Sejumlah 39% pelanggan bahkan merasa bosan dengan AI.
Baca juga: Tahun 2024 Ini, Lanskap Pemasaran akan Dimeriahkan Konten Cerdas
Penerapan personalisasi yang baik membantu membangun kesetiaan pelanggan. Sejumlah 45% pelanggan global mengaku akan membeli kembali dari bisnis yang mempersonalisasi interaksi. Sebanyak 43% pelanggan bahkan akan merekomendasikan bisnis tersebut kepada teman dan keluarga. Perilaku ini menonjol di Filiina, Indonesia dan Meksiko dengan lebih dari 50% pelanggan menunjukkan kesetiaan. Filipina meraih persentase terbesar, yaitu 65%, diikuti India sebesar 59%.
Sejumlah 93% pelanggan Indonesia menyatakan lebih mungkin membeli ketika bisnis menawarkan interaksi personal secara real-time. Namun, hanya 44% bisnis yang mengaku sanggup melakukannya. Jika pengalaman tidak memuaskan, 59% pelanggan di Indonesia mengatakan segera mencari alternatif produk atau layanan serupa. Lebih dari 40% pelangan bahkan memutukan membeli produk atau layanan serupa dari bisnis lain.
Temuan-temuan di laporan tersebut menunjukkan bahwa penerimaan AI terus meningkat. Namun, pelanggan lebih menghargai sentuhan manusia dalam berinteraksi dengan bisnis. Sejumlah 88% pelanggan di Indonesia mengungkapkan bahwa interaksi yang didukung AI harus terasa layaknya berinteraksi dengan manusia. Sebanyak 67% pelanggan memilih untuk berkomunikasi dengan agen manusia jika AI gagal menangani masalah dengan efektif.
Faktor penting selanjutnya adalah transparansi. Sejumlah 64% pelanggan di Indonesia ingin diberitahu bahwa mereka sedang berinteraksi dengan AI, bukan agen manusia. Sebanyak 86% pelanggan lebih suka memilih senciri cara untuk berinteraksi dengan bisnis walau ada AI yang bisa mengansumsikan pilihan pelanggan.
Baca juga: Pelanggan Indonesia Nyaman Berbagi Data Selama Transparansinya Dijamin
![]() |
Irfan Ismail, Regional Vice President, South ASIA & APAC, ISV Sales di Twilio |
“Hal ini mencerminkan keinginan yang kuat dari konsumen untuk mempertahankan kendali atas interaksi mereka dengan brand di era AI, sekaligus isyarat jelas bagi brand untuk menerapkan strategi dan langkah-langkah pengamanan yang tepat guna membangun kepercayaan dan loyalitas pelanggan dalam pengalaman yang didorong oleh AI. Hanya brand yang mampu berinvestasi pada alat tepat untuk memberikan personalisasi dalam skala besar sambil menjaga transparansi dan mengutamakan pelanggan yang dapat tampil sebagai pemenang dalam persaingan bisnis,” ucap Irfan Ismail, Regional Vice President, South ASIA & APAC, ISV Sales di Twilio.
Kesetiaan pelanggan makin sulit dicapai dan lebih mudah hilang, sehingga bisnis tak bisa menganggap kepercayaan pelanggan dan personalisasi sekadar opsi. Hal ini ditegaskan SOCER 2025. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa bisnis yang sanggup menbangun hubungan transparan dan real-time dengan pelanggan dapat mendukung pertumbuhan bisnis. Kepercayaan dan kesetiaan pelanggan dapat dimenangkan bisnis dengan interaksi transparan dan real-time sehingga dapat terdepan dalam bersaing di era AI.