‘The Long Walk’, Film Thrilller Adaptasi Stephen King yang Menguras Emosi ‘The Long Walk’, Film Thrilller Adaptasi Stephen King yang Menguras Emosi ~ Teknogav.com

‘The Long Walk’, Film Thrilller Adaptasi Stephen King yang Menguras Emosi



Teknogav.com – Film thriller ‘The Long Walk’ merupakan adaptasi dari novel berjudul sama yang diterbitkan tahun 1979. Pada film ini, “The Long Walk” adalah kontes tahunan yang melibatkan sekelompok remaja dari setiap negara bagian di Amerika.  Para remaja yang dipilih melalui sistem pengundian sukarela untuk berpartisipasi tersebut harus berjalan dengan mempertahankan kecepatan selama waktu tertentu. Jika jalan mereka melambat, maka akan ditembak! Ya, film ini memang berlatarkan pemerintahan totaliter, berbagai hal seperti buku, film dan musik tertentu bahkan juga dilarang.

Stephen King dapat mengubah kegiatan jalan yang seharusna memberikan relaksasi dan sehat menjadi suatu mimpi buruk. Francis Lawrence yang juga pernah menyutradari ‘The Hunger Games’ merupakan pilihan tepat untuk menyutradari film ini. 

Baca juga: Film ‘Relay’, Ketika Teknologi bagi Difabel Dimanfaatkan untuk Keamanan Komunikasi

Kontes ini hanya akan meloloskan satu pemenang yang tak hanya mendapatkan hadiah berupa uang, tetapi bisa mengajukan permintaan untuk dikabulkan. Pemenang tersebut harus berjalan dengan kecepatan setidaknya 3 mil per jam (mph) dan menjadi orang terakhir yang tetap dapat berjalan.

Sumber: Murray Close/Lionsgate

Film ini dibuka dengan terpilihnya Raymond Garraty (Cooper Hoffman) untuk mewakili negara bagian tempat kontes tersebut digelar. Raymond harus meninggalkan ibunya yang sudah menjanda selama beberapa hari. Perpisahan Raymond dengan ibunya untuk mengikuti kontes tersebut terlihat begitu mengharukan.

Saat Raymond tiba di tempat kontes, dia pun berkenalan dengan sesama peserta. Ikatan persahabatan pun terbentuk antar-peserta, walau ada juga yang memilih untuk memicu pertikaian sampai berakibat kematian. Obrolan-obrolan ringan di antara mereka, mengajak penonton untuk memahami karakter masing-masing peserta. Perlahan latar belakang mereka pun terkuak, mulai dari kehidupan, sampai keinginan mereka yang ingin dikabulkan jika menjadi pemenang kontes. Kilas balik kehidupan beberapa peserta dapat diketahui dari pengakuannya sendiri atau gosip antar-peserta.

Sumber: Murray Close/Lionsgate

Penonton yang di awal diajak bersantai melihat para peserta berkenalan, seiring berjalannya waktu disuguhi adegan demi adegan yang menguras emosi. Ada kalanya penonton merasakan ketegangan yang mencekam, tetapi ada juga yang mengundang gelak tawa. Penonton dapat merasakan penindasan yang dilakukan pemerintahan hanya dengan merasakan pengalaman berjalan bersama peserta di kontes ‘The Long Walk’.

Baca juga: Film Warfare, Tampilkan Kisah Nyata Mencekam Navy SEAL di Irak

Setiap kali peserta melewati berbagai kota, tidak ada keramaian yang menyambut. Segelintir penonton yang ada di pinggir jalan hanyalah seorang perempuan muda yang naksir Raymond dan ibunda Raymond.

Sumber: Murray Close/Lionsgate

Ketika kecepatan jalan peserta di bawah 3 mph, maka akan ada peringatan. Jika sampai ke peringatan ketiga kevepatan tidak ditingkatkan, maka mereka akan ditembak di tempat. Mereka tidak diperbolehkan untuk berhenti, termasuk tidur atau menggunakan kamar kecil untuk buang air. Namun, mereka tetap dipasok dengan minuman dan bisa meminta setiap saat jika butuh. Sebagian besar peserta memiliki mental egois yang mementingkan diri sendiri. Berbeda dengan Peter McVries (David Jonsson) yang bicara secara terbuka mengenai cara mengubah dunia menjadi lebih baik. 

Banyak kebrutalan sepanjang perjalanan, tetapi justru membangkitkan rasa solidaritas antar-peserta yang sepertinya tidak dapat dirusak. Persahabatan pun terjalin antara Raymond Garraty dan Peter McVries. Peran kedua aktor tersebut sanggup membangkitkan keharuan.

Sumber: Murray Close/Lionsgate

Selain menampilkan kekerasan, film ini juga menyajikan pemandangan indah di sepanjang perjalanan. Kendati demikian, fokus dari film ‘The Long Walk’ ini adalah aspek emosional. Film ini berusaha menanamkan jiwa patriotik terkait perang dan ketertarikan orang-orang untuk menjadi relawan karena terpikat janji-janji kejayaan. Namun, mereka tidak menyadari realitas traumatis perang.

Baca juga: Tawarkan Pengalaman Berbeda, Film “Heartbreak Motel” Gunakan Tiga Jenis Kamera

Sekelompok anak laki-laki terpaksa menjalin ikatan agar bertahan hidup layaknya tentara di medan perang. Terkadang ada peserta yang putus asa, lalu diselamatkan teman seperjuanganna. Dialog dalam film ini mengalir mengiringi kesederhanaan lingkungan. Sudut pengambilan gambar kamera, tata rias, kostum dan bahkan rambut dihadirkan untuk meningkatkan esensi film. Selain memberikan pukulan emosional, film ini juga memberikan secercah harapan bagi penonton, terlepas dari banyaknya tragedi dan adegan berdarah.
Film persembahan Lionsgate ini berdurasi 108 menit dan memiliki batasan usia 17 tahun ke atas. Para pemeran film mencakup Garrett Wareing, Tut Nyuot, Charlie Plummer, Ben Wang, Roman Griffin Davis, Jordan Gonzalez, Joshua Odjick, Josh Hamilton, Judy Greer, dan Mark Hamill. Film ini sudah dapat ditonton di bioskop Indonesia sejak 10 September 2025.

Share:

Artikel Terkini