Film Hanya Namamu dalam Doaku Tekankan Pentingnya Komunikasi dalam Keluarga Film Hanya Namamu dalam Doaku Tekankan Pentingnya Komunikasi dalam Keluarga ~ Teknogav.com

Film Hanya Namamu dalam Doaku Tekankan Pentingnya Komunikasi dalam Keluarga



Teknogav.com – Sinemaku Pictures mempersembahkan film drama keluarga berjudul ‘Hanya Namamu dalam Doaku’ yang akan tayang di bioskop mulai 21 Agustus 2025. Film ini digarap dengan sangat matang dan penuh penelitian terkait penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS). Ini adalah penyakit mematikan yang menyerang saraf dan belum ada penyembuhannya.

Film ini mengisahkan keluarga kecil harmonis yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Keakraban keluarga tersebut perlahan merenggang saat Arga (Vino G. Bastian), sang ayah terdiagnosa mengidap ALS. Rasa sayang Arga yang mendalam pada Hanggini (Nirina Zubir), istrinya dan Nala (Anantya Kirana) anaknya membuatnya urung untuk berterus terang. Rasa kekhawatiran disimpannya sendiri, sampai malah terjadi masalah komunikasi dengan keluarga yang menimbulkan kekisruhan.

Kisah perjalanan keluarga Arga ini penuh emosi dengan tiga sudut pandang. Ayah yang menjadi tulang punggung keluarga dan ingin memendam masalahnya sendiri. Ibu yang harus menuntun arah setelah suami memutuskan pergi, serta anak remaja yang terdampak dari kemelut permasalahan orang tuanya.

Vino G. Bastian mengungkapkan bahwa dirinya senang dengan film yang bertema keluarga. Menurutnya keluarhga tidak hanya membutuhkan cinta tetapi juga komunikasi, tetapi saling mendiamkan dalam rumah tangga juga bisa menjadi bentuk komunikasi.

"Terkadang niat baik dari masing-masing anggota keluarga, cinta yang cukup besar jika disampaikan dengan cara yang salah bisa jadi bumerang. Arga berusaha memenuhi semua kebutuhan keluarga, tidak ingin anak dan istri susah. Hal-hal seperti itu jika tidak disampaikan dengan benar bisa jadi toxic bukan cuma bagi rumah tangga tapi juga diri sendiri. Film ini bisa jadi refleksi, kebetulan keluarga saya juga punya anak perempuan. Film ini punya tiga sudut pandang berbeda dari ayah, ibu dan anak. Karakter-karakter dalam film ini diangkat dari dunia nyata. Semoga film ini bisa diterima dan semua bisa lebih sayang dengan keluarga," ucap Vino.

Vino G. Bastian, pemeram Arga

Terkait perannya sebagai pengidap ALS, Vino mengungkapkan bahwa pengidap ALS memiliki indikasi yang berbeda-beda dengan penanganan yang juga berbeda-beda. Saat memerankan setiap kondisi tahapan ALS, Vino perlu bertanya ke dokter dan tidak bisa mengarang bebas. Sinemaku Pictures memiliki niat baik dalam membangkitkan awareness terhadap ALS, bahkan membuat dokumenter yang ditayangkan di kanal YouTube Sinemaku Pictures.

“Selain tentang pejuang ALS, film ini juga berbicara tentang kehidupan sebuah keluarga. Ini seperti menjadi sebuah refleksi kita dalam membina rumah tangga, bagaimana mengelola konflik antara suami dan istri, atau bahkan bagaimana cara kita sebagai pasangan di kehidupan rumah tangga berkomunikasi. Sebab, itu bisa menjadi kerentanan yang membuat cinta kita menjadi jauh meski sebelumnya pernah begitu dekat seperti yang dialami Arga dan Hanggini di film ini,” pungkas Vino.

Baca juga: Film “Panggil Aku Ayah” Gambarkan Ketulusan Tidak Perlu Ikatan Darah 

Vino dan Nirina berhasil memerankan pasangan suami istri sekaligus orang tua dari anak tunggal dengan dinamika akting yang luas. Perubahan emosi yang ditampilkan sanggup menggugah hati penonton hingga menitikkan air mata. Nirina yang kembali beradu akting dengan Vino setelah lebih dari dua dekade mengungkapkan bahwa film ini memberikan pesan tentang menjadi manusia yang seutuhnya. Menurut Nirina, film "Hanya Namamu Dalam Doaku" memberi pemaknaan tentang nilai untuk terus menebar kebaikan terhadap orang terdekat, termasuk keluarga.

Nirina Zubir, pemeran Hanggini

“Kebaikan itu harus diperlihatkan, tetapi bukan dengan tujuan pencitraan. Namun kalau memang melakukan sesuatu hal baik, kita berhak menunjukkannya agar tercipta suasana yang positif. Film ini memberikan saya tentang pelajaran baru yang belum pernah saya perhatikan sebelumnya. Juga sisi edukasi terhadap penyakit langka yang juga menyoroti para caregiver yang merawat dengan sepenuh hati meski lelah fisik dan mental. Semoga apa yang kami coba berikan rasanya bisa sampai " ucap Nirina Zubir.

Anantya Kirana yang memerankan sang buah hati pun dapat mengimbangi dinamika Vino dan Nirina. 

"Nala merupakan karakter yang susah diperankan. Emosi Nala juga susah karena jika terjadi di dunia nyata pasti sangat berat. Semoga semua hal-hal baik yang ada di film ini termasuk karakter Nala juga bisa jadi sesuatu yang baik. Scene monolog Nala juga berat karena belum pernah menonton monolog di dunia nyata," ucap Anantya Kirana.

Kehadiran aktris Naysila Mirdad juga berhasil memberikan kompleksitas penceritaan film 'Hanya Namamu dalam Doaku'. Menjadikan film ini sebagai pelukan hangat sekaligus cermin refleksi. Naysila Mirdad berperan sebagai Marissa, mantan kekasih Arga sewaktu SMA. Pertemuan kembali Arga dan Marissa menimbulkan kesalahpahaman besar. Hanggini, mulai curiga akan adanya perselingkuhan. Komunikasi yang makin renggang membuat rumah tangga Arga dan Hanggini perlahan hancur. Film ini menggambarkan bahwa cinta yang tulus tidak selalu bersuara lantang. Kadang cinta yang tulus justru hadir dalam diam yang melindungi, tapi juga bisa melukai.

Baca juga: Film “Tulang Belulang Tulang”, Kisah Petualangan Keluarga Batak Pertahankan Tradisi 

Film 'Hanya Namamu dalam Doaku' diproduseri oleh Prilly Latuconsina, Umay Shahab, dan Bryan Domani, serta disutradarai Reka Wijaya. Kisah drama keluarga yang mengalami krisis ini juga membangkitkan awareness terhadap penyakit ALS dengan penuh empatik. Tak hanya menceritakan perjuangan pengidap ALS, film ini juga mengangkat peran penting seorang caregiver yang senantiasa merawat pengidap ALS.

"Film-film Sinemaku Pictures sebelumnya mengambil perspektif dari anak. Namun sebenarnya mimpi kami di Sinemaku Pictures ingin mengambil perspektif bukan dari anak saja, tetapi bisa dari seorang ibu, ayah, suami dan istri. Peran orang tua itu bagaimana membangun keluarga menjadi tim, sehingga berkomunikasi dengan pasangan sangat penting. Pendekatan lebih ada di semua karakter karena masing-masing punya perspektif, pandangan dan perasaan sendiri. Yang terpenting bagaimana merawat kehidupan, punya waktu dengan orang-orang yang disayang, bagaimana memanfaatkan semua yang kita punya, support system. Kita juga harus belajar merawat diri sendiri," ucap Prilly.

Prilly Latuconsina, produser film "Hanya Namami dalam Doaku"

Antusiasme terhadap film ini ditunjukkan pada respon yang luar biasa saat melihat trailer dan special screening. Menurut Prilly, setiap orang memiliki cerita setelah menonton film ini, sehingga senang jika penonton bisa merasakan kehangatan.

"Tujuan kami semua bisa membuat film dengan proses panjang dan pakai hati. Kami mencurahkan energi untuk film ini dan berusaha bisa memberikan dampak positif karena pasti berbeda-beda ke setiap orang. Semoga film ini bisa menjadi refleksi bagi kita, sehingga dapat meluangkan waktu bagi orang yang kita sayang," lanjut Prilly.

Sementara itu, Umay Shahab mengungkapkan bahwa penggarapan film ini melalui riset yang cukup panjang. Konsultasi dilakukan dengan para dokter, ketua Yayasan ALS, pasien, caregiver dan juga melakukan asistensi dengan komunitas ALS. Kemudian, Reka Wijaya ditunjuk menjadi sutradara untuk menarasikan cerita dalam film ini.

“Kami berharap film ini bisa menjadi pelukan yang hangat untuk mereka semua yang sedang berjuang menjadi caregiver, mereka yang mengurus orang yang sakit. Semoga film ini bisa menjadi representasi yang baik untuk mereka semua,” ucap Umay Shahab.

Baca juga: Jajaran Perusahaan Digital Dukung Film Tak Ingin Usai di Sini

Reka Wijaya sebelumnya sukses bersama Sinemaku Pictures melalui film "Bolehkah Sekali Saja Kumenangis" dengan capaian blockbuster. Menurutnya, cerita di film Hanya Namamu Dalam Doaku sangat dekat dengan apa yang pernah dialaminya. Film ini juga menjadi sajian alternatif tentang sebuah nilai keikhlasan.

Reka Wijaya, sutradara film "Hanya Namamu dalam Doaku"

“Cerita di film inii berusaha untuk memberikan sebuah alternatif tentang keikhlasan. Ketika memulai menyusun sinopsis, character development, dan jadi makin dalam. Sampai akhirnya apa yang dirasakan saya berusaha masuk ke tokoh utamanya. Ketika membuatnya pun banyak rasa yang cukup menghantui, karena itu membuka lagi apa yang pernah saya jalani dan membuka lagi apa yang saya rasakan,” ucap Reka Wijaya.

Reka mengungkapkan rasa senangnya jika dapat membuat sesuatu yang diterima, jika yang menonton menyukai karyanya. Ketika mendiskusikan ingin membuat film keluarga, dia berusaha mencari hal yang membuat film keluarga memiliki kehangatan lebih dari sekadar hangat tapi memiliki resonansi yang lebih. Semua kondisi sosial, domestik dan lain-lain berusaha digabungkan. Ketika membahas penyakit, maka tidak mengeksploitasi penyakitnya, tetapi berusaha menciptakan optimisme, rasa percaya. Pengujian cerita pun dilakukan secara internal agar cukup resonate.

"Semua dikasih kesempatan untuk mereview kisahnya, lalu melakukan penulisan dari draft ke draft sampai skenario terakhir nyaman," pungkas Reka.

Pemeran lain yang turut terlibat dalam film ini mencakup Dinda Kanyadewi dan Enno Lerian yang berperan sebagai sahabat Hanggini. Selain itu juga ada Ge Pamungkas, Arswendi Bening Swara, dan aktor senior Slamet Rahardjo.

Enno Lerian yang berperan sebagai Nina, sahabat Hanggini mengungkapkan bahwa dalam kehidupan semua orang pasti punya sahabat. Namun, jenis teman berbeda-beda.

Enno Lerian, pemeran Nina, sahabat Hanggini

"Teman seharusnya ada ketika sahabatnya sedang mendapat ujian. menanggapinya seperti apa. Nina lebih mengarah ke bijaksana dan pendekatan ke agama. Ini jarang sekali ditemui, dan prosesnya berat karena memang Nina harus benar-benar kalem, tenang dan adem," ucap Enno Lerian.

Sebaliknya, Meta yang diperankan Dinda Kanyadewi tergolong jenis sahabat yang senang mengompori sehingga memperkeruh suasana.

"Analoginya sahabat memang kompor rimah tangga, jika panasnya pas bisa berguna memanaskan makanan tetapi jika komornya terlalu panas maka rumah bisa kebakaran. Apa yang kita lakukan ke sahabat terkadang benar menurut kita, tetapi belum tentu baik untuk sahabat sendiri. Jika punya sahabat seperti Meta mending berhenti jangan lanjut," ucap Dinda Kanyadewi.

Ge Pamungkas, pemeram Rio

Ge Pamungkas yang memerankan Rio, sepupu Arga mengungkapkan bahwa karakter yang diperankannya penuh kebimbangan. Arga adalah sepupunya, tapi Rio merasa seperti adiknya dan berusaha melakukam apa yamg bisa dilakukam. Karakter Rio melewati Five Stages of Grief, mulai saat mendengar Arga sakit. Awalnya denial, lalu marah, dan seterusnya sampai acceptance


Share:

Artikel Terkini