
Hasil studi menunjukkan bahwa 32% anak berusia 12-15 tahun atau Gen Alpha bercita-cita menjadi ‘YouTuber’. Keinginan untuk bisa terkenal di ranah siber bahkan sudah muncul sebelum beranjak remaja. Hal ini menunjukkan cita-cita Gen Alpha sebagai kreator media sosial, sehingga keterlibatan orang tua penting. Orang tua harus berperan aktif mempelajari cara kerja platform, mempersiapkan fitur privasi dan keamanan bersama. Percakapan mengenai batasan harus dilakukan orang tua secara terbuka. Perjalanan digital tersebut mengubah potensi risiko menjadi momen yang bisa diajarkan dan memberdayakan anak untuk mengeksplorasi kreativitas dengan percaya diri.
Biasanya orang tua khawatir ketika anaknya berkata “Aku ingin menjadi YouTuber”, tetapi jangan lantas memupuskan keinginan tersebut, melainkan bukalah dialog. Tanyakan anak mengapa ingin membangun kehadiran online dan apa yang ingin diposting. Minat internet terkini anak-anak juga bisa dipelajari lebih lanjut melalui laporan Kaspersky. Dua hal penting yang harus menjadi pendekatan orang tua, pertama adalah menganggap serius minat anak untuk membangun kepercayaan. Kedua, perkenalkan topik-topik keamanan secara alami, seperti pengaturan privasi, batasan konten dan penanganan perhatian online.
Baca juga: Ancaman Siber Tahun 2024 Incar Anak-anak, Ini Sasaran Utamanya!
Percakapan dengan anak bisa lebih mudah dan menarik dengan memanfaatkan sumber daya sesuai usia. Orang tua bisa menggunakan buku Kaspersky’s Cybersecurity Alphabet yang bisa diunduh secara gratis. Buku tersebut berisi panduan untuk mendukung anak-anak mempelajari dasar-dasar kebersihan digital dengan cara menyenangkan dan sederhana. Konsep-konsep kunci keamanan siber diperkenalkan buku tersebut mealui bahasa yang mudah dipahami, bahkan dilengkapi ilustrasi penuh warna. Penyampaian tersebut memudahkan anak-anak memahami cara mengenali penipuan, melindungi data, dan tetap aman saat mengeksplorasi kreativitas secara online.
Membuat akun bersama
Sebaiknya tidak menyerahkan smartphone dan membiatkan anak mencari tahu sendiri. Namun, luangkan waktu untuk membuat akun Instagram, TikTok, YouTube atau platform lain bersama, duduk dan ikuti langkah-langkah secara berdampingan. Bantu anak untuk memilih pengaturan privasi yang sesuai, misalnya menentukan orang-orang yang bisa melihat postingan, berkomentas atau mengirim pesan. Pakai kata sandi yang kuat dan unik, serta aktifkan autentikasi dua faktor (2FA) untuk perlindungan tambahan. Nonaktifkan penandaan lokasi secara default agar untuk menghindari penguntit. Serangkaian langkah-langkah tersebut dapat mengurangi risiko peretasan dan paparan, serta mengajari anak kebiasaan-kebiasaan digital yang baik sejak dini.
Ajari untuk tidak berbagi sembarangan
Tingginya semangat anak-anak dalam mengunggah konten daring, terkadang membuat berbagi segalanya, seperti lokasi mereka, kegiatan yang dilakukan, dan dengan siapa. Anak harus bisa memahami bahwa tidak semua informasi pantas dilihat umum. Bantu anak untuk mengetahui perbedaan antara membuat dan mengonsumsi konten yang menyenangkan dengan paparan materi atau kegiatan yang berisiko merusak. Anak harus mengerti untuk tidak membagikan alamat rumah, nama sekolah, seragam, jadwal harian, rencana liburan atau tempat yang rutin dikunjungi. Detail ini memudahkan pelacakan, terutama jika dipadukan dengan foto, penandaan lokasi atau stempel waktu.
Baca juga: TikTok Berkolaborasi dengan DQ Institute Hadirkan Toolkit Keamanan Keluarga
Cari alias anak di Google secara rutin
Setelah anak mengunggah potingan dengan nama layar, penting untuk memperhatikan seberapa terlihat dan mudahnya mereka dicari di internet. Cari alias mereka di Google secara rutin, seperti nama pengguna, atau inspirasi media sosial mereka dan lihat apa yang muncul. Apakah ada foto pribadi, tag lokasi, atau komentar yang mengungkapkan lebih dari yang seharusnya? Apakah ada yang menyalin konten mereka atau mencoba meniru mereka?
Peringatkan anak mengenai penipuan kerjasama atau penawaran yang mencurigakan
Ketika sudah mendapat visibilitas, anak mulai menerima pesan dari jenama atau akun yang menawarkan produk gratis, sponsor atau peluang kolaborasi. Tawaran tersebut mungkin terasa sebagai mimpi yang menjadi kenyataan, tetapi dalam banyak kasus, ini adalah penipuan. Ajari anak untuk menanggapi setiap tawaran tak terduga dengan hati-hati. Biasanya ‘kolaborasi’ datang melalui pesan pribadi langsung ke akun mereka atau email. Pesan tersebut bisa berisi tautan yang mengarahkan ke situs phishing yang dirancang untuk mencuri kredensial, data pribadi atau informasi bank.
Sebagian penipu juga meminta biaya di awal untuk pengiriman hadiah atau mencoba mengelabui anak agar memasang aplikasi berbahaya. Bantu anak mengenali tanda-tanda bahaya, seperti tata bahasa yang berantakan atau desakan untuk segera bertindak. Tanda-tanda lain mencakup permintaan informasi pribadi atau kata sandi, tautan atau website mencurigakan, akun yang tidak terverifikasi dan berkedok jenama. Sebaiknya, semua interaksi anak-anak terkait bisnis ditangani orang tua, termasuk membaca DM, evaluasi penawaran jenama dan menanggapi permintaan kolaborasi. Diskusikan bersama jenis jenama yang cocok untuk diajak kerja sama, dan jelaskan mengapa beberapa penawaran mungkin tidak seaman kelihatannya.
Berdiskusi tentang orang asing online
Ketika anak membangun audiens, kemungkinan tidak hanya penggemar yang tertarik, tetapi juga orang-orang dengan perilaku tak pantas atau manipulatif. Grooming online, terutama bagi kreator muda, terbuka dan mudah berbagi detail megnenai kehidupan mereka merupakan ancaman yang nyata. Jelaskan bahwa tidak semua orang yang terlihat di ranah siber berniat baik. Sering kali penipu pura-pura menjadi ‘teman yang mendukung’ memuji konten, menawarkan bantuan atau berpura-pura memiliki minat sama. Seiring berjalannya waktu, mereka bisa meminta detail pribadi, foto pribadi, atau mencoba mengalihkan percakapan ke platform yang kurang aman. Mereka dapat melakukan obrolan pribadi, panggilan video atau aplikasi pesan terenkripsi.
Baca juga: Dukung Guru, TikTok Luncurkan Buku Panduan Keamanan Digital bagi Pengajar
Ajari anak mengenai tanda-tanda peringatan seperti orang asing yang seing mengirim pesan kepada mereka, terutama jika pesannya terlalu pribadi. Jika seseorang bersikera merahasiakan identitas, misalnya dengan kalimat “jangan beri tahu orang tuamu”, maka ini menjadi tanda yang mencurigakan. Tanda-tanda lainnya mencakup tekanan untuk membagikan informasi atau gambar/foto pribadi, serta manipulasi emosional seperti rasa bersalah, sanjungan atau ancaman. Penting untuk memastikan anak menyadari bahwa mereka bisa mendatangi orang tuanya tanpa rasa takut dihukum.
"Ketika seorang anak ingin menjadi influencer, itu adalah cara mereka mengekspresikan identitas dan kreativitas. Sebagai orang dewasa, peran kita adalah mendukung ambisi tersebut sekaligus memastikan mereka memahami risiko digital yang menyertai visibilitas. Alat seperti Kaspersky Safe Kids membantu orang tua tetap terlibat tanpa mengganggu dengan menawarkan wawasan mengenai kegiatan online anak mereka, mengelola waktu layar, dan memperingatkan mereka mengenai potensi bahaya. Dengan dukungan yang tepat dan diskusi terbuka, kita dapat membantu para kreator muda membangun suara tanpa mengorbankan keselamatan mereka," ucap Anna Larkina, Pakar Privasi di Kaspersky.






