Kemenkominfo Ungkap Rencana Penggunaan Frekuensi 700 MHz untuk Layanan 5G Kemenkominfo Ungkap Rencana Penggunaan Frekuensi 700 MHz untuk Layanan 5G ~ Teknogav.com

Kemenkominfo Ungkap Rencana Penggunaan Frekuensi 700 MHz untuk Layanan 5G

Teknogav.com –Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Republik Indonesia mengungkapkan rencana peluncuran pita frekuensi 700 MHz untuk jaringan 5G. Rencana tersebut diungkapkan di sela ajang The 8th Asia Pacific Spectrum Management Conference yang diselenggarakan di Bangkok Thailand. Acara ini dihadiri lebih dari 630 peserta yang mewakili 84 negara, baik secara langsung maupun virtual. Konferensi tersebut dipandu oleh Forum Global dan Thaiand NBTC serta didukung APT dan ITU.

Dr. Mario Maniewicz, Director of Radio Communications Bureau ITU dan Masanori Kondo, Secretary General APT membuka konferensi secara resmi. Pembicara-pembicara dari sektor regulasi di Tiongkok, Kamboja, Korea Selatan, Thailand dan Vietnam pun turut menjadi pembicara dalam konferensi regional ini. Selain itu hadir juga perwakilan dari operator telekomunikasi seperti China Mobile dan Axiata. Vendor telekomunikasi seperti Huawei dan organisasi industri internasional, termasuk GSMA juga berpartisipasi dalam konferensi. Dr. Denny Setiawan, ST, MT, Direktur Penataan Sumber Daya Kemenkominfo pun menyampaikan paparan dalam konferensi tersebut. 

Baca juga: Ericsson Prediksi Akhir 2021 Jumlah Pelanggan 5G Capai 580 Juta  

Harapannya pemerintah Indonesia akan meluncurkan pita frekuensi rendah 700 MHz untuk layanan 5G pada akhir 2022 atau awal 2023. Rencana tersebut merupakan tindak lanjut dari peluncuran layanan komersial 5G tahun lalu. Saat ini pemerintah pun sedang melakukan proses refarming dan reassignment untuk 5G pada pita frekuensi sedang 3,5 GHz. Rencananya pita frekuensi ini akan diluncurkan tahun 2023. Penggunaan pita frekuensi 6 GHz dan 4,9 GHz untuk International Mobile Telecommunications (IMT) 5G akan diputuskan setelah World Radiocommunication Conference 2023 (WRC-23).

Pertimbangan Sektor Regulasi dalam Penggunaan Pita Frekuensi

Pembicara dari pihak regulator di Kamboja mengatakan bahwa salah satu faktor kunci dalam mewujudkan Digital Cambodia adalah pengembangan layanan 5G. Berdasarkan studi ITU-R, Kamboja sedang mempertimbangkan penggunaan frekuensi 6 GHz untuk IMT selain 3,5 GHz. Demi penyelarasan spektrum dan ekosistem, negara-negara Asia Pasifik disarankan menyisihkan pita frekuensi 6 GHz bagian atas untuk IMT sebelum WRC-23.

Baca juga: Ericsson Prediksi 15% Penduduk Dunia Terjangkau 5G Pada Tahun 2020

Thailand NBTC mengumumkan bahwa layanan 5G secara komersial telah digelar pada pita 2,6 GHz dan 700 MHz. Uji coba pada pita 3,5 GHz/28 GHz dan penelitian pada pita 6 GHz pun sedang diselenggarakan berdasarkan WRC-23. NBTC mengklaim bahwa di masa depan akan dibutuhkan total bandwidth 2051 MHz yang mencakup pita sedang dan rendah. Penggunaan bandwith tersebut untuk memberikan kecepatan unduh 5G setidaknya 100 Mbps, meningkat dari kecepatan rata-rata 30 Mbps pada jaringan 4G. Pada April 2022, jangkauan populasi 5G nasional di Thailand mencapai 77% dengan total 17.244 BTS 2600 MHz.

Penggunaan Pita Frekuensi 6 GHz untuk 5G

Kementerian Industri dan Teknologi Informasi (MIIT) Tiongkok mengungkapkan terpilihnya pita frekuensi sedang sebagai pita frekuensi utama untuk 5G secara global. Frekuensi 6GHz akan menjadi pita frekuensi utama untuk 5G di masa depan. Hal ini berkat perpaduan kapasitas, cakupan dan biaya yang terutama menguntungkan negara-negara berkembang. Di saat yang sama, pita fekuensi 6 GHz tidak lagi digunakan untuk layanan tetap seperti gelombang mikro (microwave) di Tiongkok.
 
GSMA memperkirakan bahwa kebutuhan spektrum pita sedang 2 GHz dibutuhkan negara-negara dunia selama periode 2025-2020. Kebutuhan tersebut untuk memberikan kecepatan downlink 100 Mbps dan uplink 50 Mbps bagi pengguna IMT agar dapat menyediakan layanan 5G. Berdasarkan hal tersebut, maka pita frekuensi 6 GHz pun menjadi kandidat utama.

Baca juga: Nokia Pamerkan Solusi Industri 4.0 pada 'MWC Revisited 2022 Indonesia'

Hasil standarisasi pita frekuensi 6 GHz atas (6425-7125 MHz) telah diluncurkan 3GPP RAN Plenary sebagai pita frekuensi IMT baru. Harapannya pekerjaan ini selesai pada tahun 2022. Para regulator juga diimbau GSMA untuk mempertimbangkan setidaknya pita frekuensi 6 GHz atas untuk penggunaan IMT berlisensi. Sementara itu pita frekuensi 6 GHz bawah dapat dipakai sebagai basis netral teknologi.

Du Yeqing, Vice President 5G Product Line Huawei menekankan kebutuhan spektrum pita sedang 2000 MHz masing-masing negara 5-10 tahun mendatang. Spektrum ini dibutuhkan untuk menyediakan kecepatan yang lebih baik dan layanan yang lebih terjangkau dalam penyelenggaraan 5G secara penuh. Ekosistem pita frekuensi 2,1/2,3/2,6/4,9 GHz telah matang sehingga mendukung pengembangan utama 5G layaknya pita C-band. Para kalangan industri kini bekerja sama untuk mematangkan ekosistem 6 Hz demi memenuhi kebutuhan 5G selama jangka panjang.

Penggunaan Pita Frekuensi 700 MHz

Frekuensi APT 700 MHz sudah menjadi pita utama untuk 4G dan 5G dengan dukungan ekosistem yang sudah matang. Axiata mendesak regulator di negara-negara Asia Pasifik untuk meluncurkan frekuensi 700MHz sebagai IMT. Para regulator tersebut diharapkan sesegera mungkin menyelaraskan spektrum ini untuk mencakup Indonesia, Kamboja, Bangladesh, Sri Lanka, dan Nepal.

Kemajuan dalam meningkatkan backhaul seluler pun dipaparkan oleh delegasi Celcom Malaysia. Peningkatan tersebut dilakkan dengan kecukupan spektrum gelombang mikro yang mencakup E-band dan inovasi teknologi seperti agregasi pita frekuensi. Celcom Malaysia mendorong peningkatan 4G ke 5G bersamaan dengan evolusi RAN untuk memenuhi peningkatan pengalaman data.

Penyelarasan Spektrum secara Global

Pidato penutup pun disampaikan Dr. Atsuko Okuda, Regional Director ITU Asia and the Pacific. Beliau menegaskan bahwa penyelarasan spektrum secara global merupakan kunci dari layanan nirkabel. Upaya ini demi menciptakan berbagai teknologi dan layanan yang akan mendorong peningkatan akses, keterjangkauan, keamanan, dan mendapatkan investasi yang dibutuhkan.  

Konferensi dipenuhi berbagai pertanyaan mengenai agenda WRC-23, diskusi mengenai peran C-Band dan pita frekuensi 6 GHz. Diskusi pada konferensi tersebut akan membantu peserta mendapatkan informasi dan wawasan mengenai konektivitas digital untuk 5G dan masa depan.

Alex Xing, Chief Technology Officer Huawei

Pentingnya penyelarasan spektrum pun disampaikan Alex Xing, Chief Technology Officer Huawei dalam kesempatan terpisah. Menurutnya konektivitas digital inklusif sangat penting untuk mewujudkan lingkungan yang lebih baik melalui kolaborasi teknologi inovatif. Spektrum merupakan sumber daya yang sangat langka dan penting sebagai syarat kunci konektivitas seluler. Spektrum IMT yang diselaraskan secara global akan menjadi penentu utama inovasi dan inklusi digital masa depan. Penyelarasan spektrum IMT secara global tersebut mencakup spektrum 700 MHz, 3,5 GHz dan 6 GHz berlisensi.

“Saat ini di Indonesia ada lebih dari 370 juta koneksi seluler, dan penetrasi ponsel pintar telah melampaui 90%. Peningkatan konektivitas pita lebar seluler telah berdampak pada persyaratan yang berlaku atas spektrum. Huawei senantiasa mendukung operator melalui teknologi inovatif, termasuk massive MIMO, CloudAIR dynamic spectrum sharing, dan RuralStar. Dukungan ini seiring dengan dukungan kebijakan spektrum yang kondusif di Indonesia. Semua ini akan mendorong potensi nilai yang dapat diciptakan oleh spektrum pada masyarakat dan ekonomi,” ucap Alex Xing.

Spektrum adalah sumber daya mendasar dalam pengembangan industri komunikasi seluler, serta unsur inti untuk 5G dan 5G Advanced. Perencanaan yang selaras dan jelas dalam menyusun roadmap dan standar spektrum penting dilakukan.

Share:

Artikel Terkini