Potensi Digitalisasi Sektor Pendidikan Tahun 2021 dan Risikonya Potensi Digitalisasi Sektor Pendidikan Tahun 2021 dan Risikonya ~ Teknogav.com

Potensi Digitalisasi Sektor Pendidikan Tahun 2021 dan Risikonya


Teknogav.com - Transformasi digital sudah lama berperan dalam perubahan sistem pendidikan. Perubahan drastis terjadi ketika pandemi COVID-19 melanda yang mengakibatkan 1,5 miliar pelajar dak dapat bersekolah secara fisik. Kegiatan belajar pun beralih ke online dan guru harus bisa menguasai platform baru untuk mengajar. Tahun 2021, digitalisasi akan terus berlanjut, selain memberikan dampak baik, ternyata ada juga risiko yang mengikuti di belakangnya.Berbagai kemungkinan dan platform baru untuk mendukung pendidikan, termasuk yang awalnya tak ditujukan untuk pendidikan. Salah satu contohnya adalah TikTok yang mulai menjadi alternatif. Awalnya pengajar lebih memilih YouTube, tetapi kepopuleran TikTok pada tahun 2020 memicu untuk beralih membuat konten pendidikan di platform tersebut. Munculnya banyak platform baru, selain akan memberikan pengalaman baru juga dapat membuka celah bagi ancaman baru.

Baca juga: Sambut Hari Guru Nasional, TikTok Gandeng IGI Dukung Pendidikan Indonesia

Berikut ini adalah beberapa potensi kehadiran teknologi digital bagi sektor pendidikan dan risikonya di tahun 2021 ini.

1. Pengembangan Sistem Manajemen Pembelajaran atau Learning Management System (LMS)

Pengajar dapat melacak proses pembelajaran siswa, melihat perkembangan dan aspek yang perlu diperhatikan menggunakan LMS. Beberapa sistem LMS yang populer adalah Google Classroom dan Frog. Pasar LMS ini akan terus berkembang, dan LMS akan terus bertambah. Sayangnya pertambahan LMS juga akan meningkatkan jumlah situs phishing yang berkaitan dengan layanan pendidikan dan konferensi video. Tujuan utama situs phishing adalah mengambil data pribadi atau menyebar spam di komunitas pendidikan.

Pada pertengahan tahun 2020, ada 168.550 pengguna unik yang menghadapi berbagai ancaman berkedok platform pembelajaran online atau aplikasi konferensi video. Jumlah tersebut meningkat 20,4555% jika dibandingkan tahun 2019. Risiko tak terduga lain dari sistem LMS adalah ancaman Zoombombing. Dikhawatirkan sistem ini terus menjadi vektor serangan populer selama pembelajaran jarak jauh berlangsung.

Baca juga: Tips Aman dari Ancaman Zoom Bombing Saat Video Conference


2. Konten Pendidikan pada Layanan Video

Layanan streaming video seperti Netflix, KhanAcademy, SchoolTube dan YouTube akan mendapatkan lebih banyak perhatian. Sekitar 60% guru sudah menggunakan YouTube di kelas. Pilihan kreasi konten video pendidikan pun akan makin banyak. Tetapi layanan video populer juga berisiko memberikan akses pada konten yang tak sesuai usia. Para kreator konten tersebut pun bisa menggunakan topik pendidikan sebagai kedok.

3. Pemanfaatan Media Sosial dalam Edukasi

Media sosial seperti Instagram dan Twitter bisa menjadi sarana untuk memicu keterlibatan siswa selama dan setelah kelas. Para guru bisa tetap terhubung densan siswa mereka melalui media sosia, tetapi ada juga layanan terkait regulasi konten. Saat ini konten LMS dan aplikasi konferensi video harus diatur secara manual, sehingga merepotkan. Sementara moderasi konten di platform media sosial ataupun grup online lebih berat lagi, terutama di grup atau obrolan publik. Hal ini membuka celah bagi konten yang tak sesuai, komentar yang menyinggun dan perundungan siber.

Baca juga: Jadi Solusi Meeting Online, Zoom Ternyata Kumpulkan Data Pribadi

Risiko lain adalah masalah privasi. Jika aplikasi atau layanan tak dikonfigurasi dengan benar, maka data pribadi bisa dieksploitasi. Hal ini populer dilakukan, bahkan tanpa kerentanan tertentu atau membutuhkan alat. Pada kasus ini, baik pelajar maupun pengajar bisa menjadi korban serangan ini.

4. Gamifikasi Proses Pendidikan

Belajar dengan Minecraft sudah banyak dikenal, selain game ini ada banyak layanan lain untuk belajar sambil bermain. Beberapa game yang bisa juga digunakan untuk belajar adalah Classcraft, Learn, Roblox, While True dan lain-lain. Tetapi jika game dimasukkan dalam kelas, maka timbul risiko yang sama saat pelajar bermain dari rumah. Risiko tersebut adalah penipuan, perundungan dan troll. Pelaku kejahatan siber juga bisa memasukkan file berbahaya yang disamarkan sebagai pembaruan atau add-on game, dan lain-lain.

Saat ini kekhawatiran terbesar adalah terkait privasi. Pengelolaan privasi pada setiap layanan perlu klarifikasi dari pengguna, tetap masih banyak pengguna yang tak paham cara mengendalikan pengaturan privasi. Nantinya akan ada banyak pilihan alat pengaturan proses pendidikan secara online, sehingga kemungkinan pengajar akan memakai lebih dari satu alat. Dampaknya adalah dibutuhkannya perhatian khusus pada setiap kasus agar informasi pribadi pengajar dan pelajar dapat terlindungi.

Share:

Artikel Terkini