GameHers Summit Bahas Kesetaraan dan Cara Atasi Diskriminasi terhadap Perempuan GameHers Summit Bahas Kesetaraan dan Cara Atasi Diskriminasi terhadap Perempuan ~ Teknogav.com

GameHers Summit Bahas Kesetaraan dan Cara Atasi Diskriminasi terhadap Perempuan


Teknogav.com – UniPin, Samsung Odyssey dan Circle Luna Nera bekerja sama menyelenggarakan GameHers Summit di Kantor PB ESI, Gandaria, Jakarta Selatan. Pada acara ini digelar dua talkshow yang diisi oleh para perempuan yang aktif di industri esports dan juga industri lain. Topik talkshow pertama adalah “Secret Recipe for Women to Thrive Above Prejudices” yang membahas mengenai tips untuk menghadapi prasangka. Setelah itu dilanjutkan dengan talkshow kedua yang bertajuk “Intelligence Beyond Beauty and Preservation in a Male-dominated Industry”.

Acara ini dibuka dengan kata sambutan dari Debora Imanuella dan Nina Kozok yang merupakan pendiri Luna Nera. Debora Imanuella juga menjabat sebagai SVP UniPin Global Esports & Community. Kata sambutan juga disampaikan oleh Diana Sutrisno yang menjabat sebagai Wabendum Pengurus Besar Esports Indonesia (PB ESI). Pada kata sambutannya, Debora Imanuella mengungkapkan bahwa UniPin dan Luna Nera medukung kegiatan-kegiatan emansipasi wanita di bidang esports. Salah satu dukungan tersebut dilakukan melalui GameHers.

Debora Imanuella, pendiri Luna Nera dan SVP UniPin Global Esports & Community; dan  Nina Kozok, pendiri Luna Nera

Baca juga: Majukan Perempuan, Indosat Gelar SheHacks 2023 dengan Tiga Program Baru 

Penyelenggaraan GameHers dilakukan untuk menciptakan ruang aman untuk berkumpul dan merencanakan kegiatan-kegiatan yang dapat berdampak bagi perempuan di industri esport. Talkshow yang digelar memberikan gambaran mengenai diskriminasi yang dihadapi perempuan di industri, serta cara mereka bertahan dan mengatasinya.

"Ini adalah pewujudan komitmen kami untuk terus menggerakkan para perempuan, untuk bersatu melawan diskriminasi dan menyuarakan semangat-semangat kesetaraan. Melalui GameHers, kami ingin menciptakan ruang aman bagi para perempuan, mengingatkan mereka bahwa mereka punya rekan-rekan sesama perempuan yang antusias dengan gaming untuk mengadu dan bercerita. Tantangan yang dihadapi bersama diharapkan akan perlahan-lahan hilang sehingga tidak ada lagi batasan untuk para gamer perempuan dalam berkarya, berprestasi, dan tentunya bermain game,” ujar Debora. 

Debora Imanuella, pendiri Luna Nera dan SVP UniPin Global Esports & Community; dan  Nina Kozok, pendiri Luna Nera

Talkshow “Secret Recipe for Women to Thrive Above Prejudices”

Pada talkshow ini, hadir para perempuan yang berkecimpung di dunia esports. Mereka berbagi pengalaman mengenai prasangka dan diskriminasi yang dihadapi di industri tersebut. Tasia Eda Lestari, Assistant Coach & Manager of Bigetron Era mengungkapkan bahwa dirinya kerap diangkap remeh sebagai pelatih karena perempuan. Menurutnya, prasangka di bidang esport bukan isu kecil, khususnya bagi yang ingin menggeluti pekerjaan yang didominasi lelaki. Perempuan yang berperan sebagai pelatih tim esport dianggap tidak mampu karena dicap lebih peka.

“Stereotype membuat pelatih esport wanita masih dianggap kurang kompeten dan tidak bisa memimpin, padahal saya pernah jadi head coach. Komentar di beberapa media sosial mengatakan bahwa penunjukan saya sebagai coach hanya karena timnya cewek. Padahal persaingan tidak cuma sama-sama perempuan tetapi laki-laki juga. Pelatih wanita harus punya standar lebih tinggi dibanding laki-laki, karena butuh bukti. Jadi butuh kerja ekstra untuk pekerjaan yang sebelumnya belum pernah ada perempuan. Fokus ke diri sendiri saja tidak perlu mempedulikan orang lain,” ucap Tasia.

Tasia Eda Lestari, Assistant Coach & Manager of Bigetron Era; Nona Berlian, shoutcaster; Juliana Winata atau Swan, Brand Ambassador Boom; dan Audrey FF, gamepreneur

Diskriminasi juga dirasakan oleh Nona Berlian yang kini berprofesi sebagai shoutcaster. Menurutnya, diskriminasi sangat berdampak besar pada korban, termasuk ke kesehatan mental, kesehatan fisik dan juga karir. Sikap yang tidak menghargai akan berdampak pada hilangnya kepercayaan diri. Keberadaan perempuan di dunia esport juga terkadang hanya untuk penyegaran saja. Standar kecantikan di Indonesia juga terkadang membuat pro player dipilih bukan berdasarkan skill tetapi penampilan.

“Saat perempuan mau melakukan sesuatu maka tujuan hidup dialihkan ke yang lebih aman. Misalnya  ya sudahlah di sini saja. Stereotype membuat lingkup pergaulannya merasa lemah dan membutuhkan seseorang untuk melindungi. Jika perempuan main game sendiri dianggap tidak akan bisa jago. Sedangkan jika dengan pasangan dianggap karena pasangannya. Jika ada pergejolakan cara mengatasinya abaikan saja. Jadi tertawa saja. Jangan sampai orang ambil lima detik dan kesal seharian. Jangan takut menggapai impian walau bidang tersebut didominasi lelaki,” ucap Nona.

Diskriminasi saat sedang bertanding juga kerap dirasakan Juliana Winata atau Swan, Brand Ambassador Boom. Dia pun mengajak para perempuan untuk membela sesama jika ada yang melakukan diskriminasi.
Pentingnya mencapai prestasi untuk membalas pandangan remeh yang diterima perempuan pun disampaikan Audrey FF yang merupakan seorang gamepreneur. Audrey telah berkarir di bidang esports selama satu dekade.

Baca juga: Kampanye CurrenShe Bank OCBC NISP Apresiasi Peran Perempuan bagi Negara

Stereotype yang ada, perempuan selalu dianggap beban kalau sedang main game. Sekarang lebih baik, pemain pria sudah lebih menghargai. Jika sudah membuka mikrofon, gamer luar masih suka memaki-memaki. Perempuan dianggap cuma modal tampang, cara mengatasinya adalah dengan tidak terlalu banyak bicara. Cukup tertawa saja ketika ada yang toksik, dan membuktikan sampai game habis jadi top rank. Belajar untuk lebih bodo amat dan balas dengan prestasi,” ucap Audrey.

Talkshow “Intelligence Beyond Beauty and Preservation in a Male-dominated Industry

Para pembicara pada talkshow kedua adalah para perempuan yang telah memegang jabatan tinggi pada industri teknologi yang kerap didominasi pria. Berikut ini adalah para pembicara pada talkshow “Intelligence Beyond Beauty and Preservation in a Male-dominated Industry”:

  • Ellya, Enterprise Business Head PT Samsung Electronics Indonesia
  • Shinta 'Shintabubu' Witoyo, Bubu.com
  • Revie Sylvana, Gobal Partnerships Meta Southeast Asia

“Perempuan sekarang berbeda dengan generasi sebelumnya. Banyak perempuan sekarang tak hanya karyawan biasa, tetapi ada di posisi puncak perusahaan. Samsung sebagai perusahaan terus mendorong inklusivitas dan keberagaman. Jadi saya bisa berkinerja baik di perusahaan tanpa ada diskriminasi,” ucap Ellya.

Revie Sylvana, Gobal Partnerships Meta Southeast Asia; Ellya, Enterprise Business Head PT Samsung Electronics Indonesia; dan Shinta 'Shintabubu' Witoyo, Bubu.com

Sementara itu, Shinta 'Shintabubu' Witoyo, Bubu.com mengungkapkan keberaniannya mendirikan Bubu.com pada tahun 1996. Sejak awal, dia tidak merasakan adanya pandangan bahwa teknologi  adalah dunia lelaki. Kecintaannya terhadap internet sudah tumbuh sejak tahun 1995.

“Bubu membuat website untuk perusahaan-perusahaan. Saat itu, Bubu harus mengedukasi terlebih dahulu mengenai internet dan juga website. Kemudian di tahun 2009 saya bekerja untuk Telkom sebaga CEO Plaza.com yang sekarang menjadi Belanja.com. Saat itu menjadi venture pertama ketika startup hanya ada 10. Berbisnis itu harus tepat waktu, karena terlalu cepat juga tidak bagus. Ketika terlalu cepat bisa mendapat julukkan visioner, tetapi malah tidak ada uangnya,” ucap Shinta.

Baca juga: Huawei Tegaskan Dukungan terhadap Perempuan di Ajang Kartini Digital 2023

Ajakan untuk saling mendukung terhadap perempuan disampaikan oleh Revie Sylvana, Gobal Partnerships Meta Southeast Asia. Menurutnya, tantangan yang dihadapi perempuan saat ini lebih besar karena adanya media sosial. Review mengawali karirnya di perusahaan operator telekomunikasi yang didominasi pria.

“Saya tidak membayangkan begitu susah bekerja di industri telekomunikasi, tantangan yang dihadapi mencakup komentar negatif dan diskriminasi. Ketika berhasil melakukan perjualan tertinggi tetap tidak bisa mendapat penghargaan sebagai karyawan terbaik karena tidak dekat dengan manajer. Perempuan tidak boleh tinggal diam ketika diperlakuka demikian, harus speak up. Jika tidak ada tanggapan, maka perusahaan tersebut tidak benerapkan budaya yang baik. Ketika perempuan sudah berhasil menjadi pemimpin, maka dianggap bitchy, bossy dan lain-lain. Pandangan tersebut tak hanya dari lelaki, tetapi juga dari perempuan. Hal ini tak baik, perempuan seharusnya saling mendukung,” ucap Revie.

Revie mengungkapkan jika saat ini industri sudah berubah. Tempatnya bekerja saat ini di Meta menghargai keberagaman. Ketika ada posisi yang dibuka pun harus ada kandidat perempuan dan kandidat laki-laki, sehingga pengisian posisi tersebut adil.

Sesi Sharing

Setelah penyelenggaraan dua talkshow tersebut, digelar juga sesi sharing yang diisi oleh para gamer perempuan. Sesi tersebut bertajuk “Diskriminasi & Pelecehan pada Skena Kompetitif Esports Perempuan” dan “Pentingnya Personal Branding dalam Industri Gaming”. Pada sesi tersebut para gamer perempuan berbagi pengalaman saat berkecimpung di industri esport.

Share:

Artikel Terkini